Jumat, 12 Agustus 2016

Tantangan dan permasalahan Supervisi Pendidikan di Sekolah




Tantangan dan permasalahan  Supervisi Pendidikan di Sekolah


BAB I
PENDAHULUAN

2.2  Latar Belakang
       Administrasi supervisi pendidikan merupakan pembinaan yang direncanakan bagi personel dalam proses kerjasama di bidang pendidikan dan peningkatan sumber  daya material dalam rangka perbaikan situasi pengajaran untuk mencapai tujuan pendidika n lebih efektif dan efesien. Administrasi supervisi pendidikan memiliki unsur penting sebagai berikut :
a.  Aktivitas pembinaan yang direncanakan
b.   Perbaikan situasi pengajaran (belajar-mengajar)
c.   Mengefektifkan para guru, pegawai sekolah, dan sumber material lainnya
d.   Pencapaian tujuan pendidikan lebih efektif dan efesien.
       Administrasi pendidikan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam mencapai tujuan pendidikan terkadang supervaisor mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya, guru terkadang memiliki kekurangan motivasi saat menghadapi supervaisor, sehingga terkadang jalannya upervise masih memiliki kendala dan belum stabil.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun membatasi masalah yang akan yang akan di bahas,penyusun tidak akan membahas secara panjang lebar,tetapi hanya seebagian kecil saja yang akan di bahas yaitu yang sesuai dengan tema dalam makalah ini.
1.  3  Rumusan Masalah
     1.  Apa saja permasalahan dari pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah?
     2.  Bagaimana alternatif pemecahan permasalahan pelaksanaan Supervisi Pendidikan      di Sekolah?


1. 4  Tujuan Penulisan
    1.   Memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Administrasi dan Supervisi                            Pendidikan
    2.   Menambah pengetahuan tentang permasalahan dan pemecahan masalah                            pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah
    3.   Membahas secara sederhana permasalahan dan pemecahan masalah pelaksanaan               Supervisi Pendidikan di Sekolah






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan dari pelaksanaan Supervisi Pendidikan di sekolah
            Dalam melaksanakan supervisi kepala sekolah pasti menghadapi kendala-kendala. Hal ini sesuai dengan yang telah disampaikan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2007), ”Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi pendidikan”. Berdasarkan kajian teori yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa kendala supervisi pendidikan yang sangat umum terjadi di lapangan adalah kurangnya motivasi dari para guru ketika mendapat supervisi. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya anggapan yang telah melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata untuk mencari-cari kesalahan.
1.        Kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah.
       Program kegiatan supervisi pendidikan tidak dapat dilakukan oleh kepala sekolah seorang diri. Kompleksitas tugas manajerial kepala sekolah mengakibatkan seorang kepala sekolah tidak dapat menangani sendiri pelaksanaan supervisi pendidikan, khususnya supervisi yang lebih menekankan pada aspek pembelajaran.
2.        Kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi.
       Kondisi ini dapat diartikan bahwa motivasi guru untuk disupervisi dinilai masih kurang, hal tersebut dikarenakan masih melekatnya anggapan dari para guru bahwa supervisi semata-mata hanyalah kegiatan untuk mencari-cari kesalahan. Meskipun pelaksanaan supervisi pendidikan dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada guru yang akan mendapat supervisi, masih saja para guru yang akan disupervisi belum mempersiapkan diri secara matang.



3.        Unsur subjektifitas guru supervisor dirasa masih tinggi.      Unsur subjektifitas dari supervisor yang ditunjuk oleh kepala sekolah dirasa masih tinggi. Keadaan ini terjadi dikarenakan kegiatan supervisi pendidikan tidak dilakukan sendiri secara langsung oleh kepala sekolah, tapi oleh guru-guru yang dianggap telah senior oleh kepala sekolah. Dimana masing-masing guru tersebut memiliki kepribadian yang berbeda-beda dan prinsip supervisi maupun teknik supervisi yang saling berbeda pula.
4.        Sering terjadi pergantian kepala sekolah
       Terjadinya pergantian kepala sekolah mengakibatkan jalannya pelaksanaan supervisi pendidikan menjadi tesendat-sendat, kurang lancar, dan dinilai kurang rutin/ kontinyu.
5.        Sarana dan prasarana yang terbatas
       Setiap proses belajar mengajar yang berhubungan dengan masalah sarana dan prasarana, seorang guru pasti merasakan ketidak nyamanan dalam menyampaikan materi pelajaran. Karena sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor utama lancarnya pelaksanaan supervisi pendidikan dalam meningkatkan profesionalisme guru.
6.        Kurangnya disiplin guru
       Masalah yang menyangkut faktor disiplin. hal ini sering dilakukan oleh beberapa tenaga pengajar terutama disiplin waktu hal ini menimbulkan kelas menjadi tidak kondusif sehingga siswa tidak tau apa yang harus dilakukan selain bermain di dalam kelas sambil menunggu guru yang memiliki jadwal pada hari itu ia akan datang atau karena tidak belum ada kejelasan.
7.        Masih kurangnya pengetahuan guru tentang pengelolaan proses belajar mengajar yang efektifseorang guru dintuntut agar mampu melaksanakan belajar mengajar yang efektif sehingga suasana kelas menjadi kondusif








Dari beberapa kendala pelaksanaan supervisi di atas, dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu struktur dan kultur. Pada aspek struktur birokrasi pendidikan di Indonesia ditemukan kendala antara lain sebagai berikut :
1. Secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan supervisor. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang masih dekat dengan era inspeksi.
2.  Lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan pada pengawasan administrasti yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Asumsi yang digunakan adalah apabila administrasinya baik, maka pengajaran di sekolah tersebut juga baik. Inilah asumsi yang keliru.
3. Rasio jumlah pengawas dengan sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal. Di daerah-daerah luar pula Jawa misalnya, seorang pengawas harus menempuh puluhan bahkan ratusan kilo meter untuk mencapai sekolah.
4. Persyaratan kompetensi, pola rekrutmen dan seleksi, serta evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi supervisi pada ruh pedidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas.

Pada aspek kultural dijumpai kendala antara lain :
1, Para pengambil kebijakan tentang pendidikan belum berpikir tentang pengembangan budaya mutu dalam pendidikan. Apabila dicermati, maka mutu pendidikan yang diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi belajar mengajar antara siswa dengan guru. Hal ini belum menjadi komitmen para pengambil kebijakan, juga tentu saja para leksana di lapangan.




2, Nilai budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam interaksi fungsional dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Budaya ewuh-pakewuh, menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh” pada wilayah guru.
3, Budaya paternalistik, menjadikan guru tidak terbuka dan membangun hubungan professional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas. Guru menganggap mereka sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala sekolah dan guru sebagai “bawahan”. Inilah yang menjadikan tidak terciptanya rapport atau kedekatan hubungan yang menjadi syarat pelaksanaan supervisi.
Dari berbagai kendala diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kendala-kendala supervisi oleh kepala sekolah dalam penerapan kurikulum di sekolah  adalah kendala yang berasal dari dalam diri kepala sekolah itu sendiri/ kendala internal dan kendala yang berasal dari luar diri kepala sekolah/ kendala eksternal. Kendala internal tersebut adalah kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah. Sedangkan kendala-kendala eksternalnya meliputi: kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi, unsur subjektifitas guru supervisor dirasa masih tinggi, dan sering terjadi pergantian kepala sekolah.

2.2 Alternatif pemecahan permasalahan pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah
Oemar Hamalik mengatakan (1992:67) supervisi nampaknya menjadi penentu yang utama untuk memutuskan kurikulum, menyeleksi pola-pola organisasi sekolah, fasilitas belajar, dan menilai proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan solusi yang tepat agar apa yang menjadi tujuan utama dari pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan kurikulum di sekolah dapat sepenuhnya tercapai.
Kepala sekolah selaku supervisor pendidikan yang memiliki otoritas tertinggi di sekolah harus mengupayakan beberapa cara dalam mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan supervisi, antara lain:



1.  Dilakukan pendelegasian wewenang oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior.
    Pelaksanaan supervisi terutama pada aspek pembelajaran tidak dapat dilakukan seorang diri oleh kepala sekolah tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, kepala sekolah yang notabene pimpinan sekolah yang memiliki otoritas tertinggi memiliki keleluasaan untuk melakukan delegasi wewenang. Kegiatan supervisi pada aspek pembelajaran dapat dilimpahkan kepada guru yang dianggap senior berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria guru senior yang dipilih adalah dilihat dari masa kerja, prestasi kerja, kompetensi, dan kualifikasinya, misal guru yang bergelar S2. Kegiatan supervisi oleh guru supervisor terhadap rekannya sering disebut dengan pembimbingan teman sejawat dalam kegiatan belajar mengajar.
2.   Pemberian motivasi kepada para guru akan pentingnya supervisi pendidikan.
    Kurangnya persiapan dari guru dalam pelaksanaan supervisi, lebih diakibatkan karena kuranganya motivasi dari dalam guru sendiri akan pentingnya supervisi pendidikan. Motivasi yang minim itu juga disebabkan kerena anggapan yang telah melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata untuk mencari-cari kesalahan. Pemberian motivasi dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya dengan menyelipkan pengarahan atau motivasi pada saat rapat guru, lokakarya, atau bahkan secara langsung dengan individunya.
    Selain itu, pembinaan secara psikologis juga dilakukan kepada diri masing-masing guru yang ditunjuk sebagai supervisor bahwa dirinya memang memiliki capability yang lebih dibanding dengan guru lain, seperti kelebihan dalam hal prestasi kerja, kedisiplinan, ulet, penuh inisiatif, dan lain sebagainya, sehingga diharapkan dengan cara itulah akan muncul kepercayaan diri dari guru supervisor.
    Serta ditambah lagi dengan melaksanakan fungsi supervisi pendidikan, seperti memberi contoh atau suri tauladan yang baik dari kepala sekolah maupun guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor, serta melakukan pembinaan atau perbaikan secara menyeluruh terhadap kemampuan profesional guru dengan memperhatikan ketepatan teknik supervisi dan prinsip-prinsip supervisi yang diterapkan.
   
    Sehingga diharapkan hal tersebut dapat memunculkan kepercayaan maupun motivasi dari guru yang akan disupervisi olehnya.
3.  Pembinaan oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor dan membentuk tim penilai supervisi. Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah dalam KTSP adalah keterbatasan waktu dan tenaga dari kepala sekolah apabila kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi pendidikan seorang diri. Oleh karena itu, kepala sekolah menunjuk guru-guru yang dianggap telah senior untuk membantunya melakukan supervisi pendidikan. Namun dalam prakteknya masih terdapat beberapa guru senior kurang paham akan prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan. Sehingga dalam pelaksanaannya unsur subjektifitas cenderung masih tinggi. Oleh karena itu kepala sekolah perlu memberi motivasi maupun pengarahan kepada para guru supervisor yang isinya mengenai perlunya menerapkan prinsip-prinsip supervisi pendidikan dan pembentukan tim penilai supervisi yang terdiri dari 2 (dua) atau 3 (tiga) orang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menetralisir unsur subjektifitas yang terjadi oleh guru yang berperan supervisor.
4.  Dilakukan koordinasi secara intens kepada seluruh elemen sekolah.
    Pergantian kepala sekolah sebanyak empat kali dalam lima tahun menjadi kendala yang cukup fatal bagi pengelolaan dan kemajuan sekolah. Hal tersebut berdampak pula pada rutinitas kegiatan supervisi pendidikan. Upaya dari kepala sekolah untuk mensikapi keadaan tersebut adalah dengan melakukan koordinasi secara intensif kepada seluruh elemen sekolah, termasuk koordinasi yang baik antara guru supervisor dengan guru yang akan mendapat supervisi.
5.   Mengupayakan sarana dan prasarana yang memadai Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang penting disemua tempat kegiatan belajar mengajar, karena itu, dalam rangka mensukseskan program pengajaran yang efektif tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang memadai. seorang guru akan lebih semangat dengan situasi dan kondisi fasilitas sarana dan prasarana yang sudah lengkap. Sarana dan prasarana adalah suatu perlengkapan/ peralatan yang harus dimiliki oleh setiap sekolah pada umumnya. sedangkan prasarana mengikuti sarana. Dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, sarana seperti perpustakaan yang merupakan tempat menggali pengetahuan yang seluas-luasnya dan seorang guru akan merasa lebih mudah dalam mencari buku pegangan mengajar. Kaitannya dengan upaya peningkatan profeasionalisme guru, sarana merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, karena sarana itu pendukung lancarnya PBM.
6.   Menerapkan disiplin terhadap tata tertib guru Disiplin merupakan ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan dimana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsungAdapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerapan kedisiplinan yaitu faktor kepribadian, dan lingkungan.Kepala sekolah harus mengingatkan kepada semua tenaga pengajarnya untuk melakukan kedisiplinan, misalnya agar menjalankan aturan-aturan sebagai berikut:
1)   Guru harus mengisi daftar hadir yang sudah disediakan
2)   Guru harus berpakain rapi sebagaimana layaknya seorang guru
3)  Guru harus bersipat jujur, adil, terbuka dan demokratis
4)   Guru harus membuat perangkat pembelajarn yang telah ditentukan oleh kepala sekolah
5)   Guru harus menjaga kode etik guru indonesia
6)   Guru harus menjaga nama baik sekolah
7)   Guru harus taat pada aturan sekolah yang berlaku
8)   Apabila kehadiran guru kurang dari 60% maka akan dikenakan sanksi.
7.    Mengadakan evaluasi ketenagaan.

Evaluasai merupakan suatu bentuk perbaikan dari apa yang sudah dilakukan, di dalam pengevaluasian itu, terjadi suatu proses yang akan menghantarkan kepada perubahan yang lebih baik. disamping itu kepala Sekolah mengadakan evaluasi ketenagaan demi kelancaran PBM.
Evaluasi merupakan salah satu faktor yang mampu memberikan motivasi dan dorongan kepada guru agar lebih baik dan selalu meningkatkan perkembangan kemampuannya. disisi lain evaluasi ialah mserangkaian kegiatan yang dimana membuat para guru terkadang gelisah, guru yang seperti ini biasanya guru yang tertutup atau kurang humor/ pendiam. Adapun yang harus dilakukan kepala Sekolah adalah mendekatinya. kaitannya dengan upaya yang harus dilakukan kepala madarsah ialah evaluasi ketenagaan dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan supervisi pendidikan.
Musyawarah guru mata pelajaran merupakan program yang sangat penting untuk mecapai target yang ditetapkan, karena dengan adanya MGMP maka diharapkan semua guru mata pelajaran akanmemperoleh peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam sistem belajar mengajar di kelas sehigga kualitas guru semangkin baik.
Dalam melaksanakan kegiatan MGMP tersebut ada beberapa rincian kegiatan yang bisa dilakukan diantaranya adalah membuat model pembelajaran, pendalaman materi sulit, menyusun silabus dan RPP, menyediakan buku yang bisa digunakan sebagai buku pegangan. Selain melaksankan MGMP kepala sekolah juga berupaya untuk melakukan pelatihan-pelatihan mengenai materi ajar baik berupa modul, pembuatan diktat, kegiatan bimbingan sekolah program kurikuler dan tenik pembuatan soal untuk semua guru dengan mendatangkan tutor dari pihak luar.
Kegiatan MGMP dan pelaksanaan pelatihan pengajar dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kualitas guru mata pelajaran. Karena apabila guru tidak memiliki kemampuan sesuai bidang keahlianya, ia akan merasa tidak yakin dengan kemampuan yang ia miliki. Artinya kepakaran yang ia miliki tidak maksimal. Sehingga dalam menyampaikan pembelajaran juga tidak dapat maksimal. Berbeda dengan guru yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan pelajaran yang diajarkan kepada siswa, maka ia akan merasa puas karena mampu mengajar kan secara maksimal.










BAB 3
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis bisa menarik kesimpulan. Beberapa permasalahan dalam pelaksanan supervise di sekolah diantaranya:
1.        Kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah ;
2.        Kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi ;
3.        Unsur subjektifitas dirasa masih tinggi ;
4.        Sering dilakukan pergantian kepala sekolah;
5.        Sarana dan prasarana yang terbatas;
6.       Kurangnya disiplin guru;
7.        Masih kurangnya pengetahuan guru tentang pengelolaan proses belajar mengajar              yang efektif.
Sedangkan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain:
1.        Dilakukan pendelegasian wewenang oleh kepala sekolah kepada guru-guru                      senior;
2.         Pemberian motivasi kepada para guru akan pentingnya supervisi pendidikan;
3.       Dilakukan pembinaan oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior yang                           ditunjuk sebagai supervisor dan membentuk tim penilai supervise;
4.         Dilakukan koordinasi secara intens kepada seluruh elemen sekolah;
5.         Mengupayakan sarana dan prasarana yang memadai;
6.         Menerapkan disiplin terhadap tata tertib guru;
7.         Mengadakan evaluasi ketenagaan.

3.2              Kritik dan Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini.Penulis mengharapkan kritik dan sarana sebagai masukan,untuk perbaikan dimasa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007. Naskah Materi Diklat Pembinaan Kompetensi untuk Calon Kepala Sekolah/ Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Enco Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK,  Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Made Pidarta. 1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Manullang. 2005. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta : UGM University Press.
Oemar Hamalik. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Mandar Maju.
Rembangy, Musthofa. 2010. Pendidikan Transformatif. Yogyakarta: Teras

Tidak ada komentar:

Posting Komentar