Tantangan dan permasalahan Supervisi Pendidikan di Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Latar Belakang
Administrasi supervisi pendidikan
merupakan pembinaan yang direncanakan bagi personel dalam proses kerjasama di
bidang pendidikan dan peningkatan sumber
daya material dalam rangka perbaikan situasi pengajaran untuk mencapai
tujuan pendidika n lebih efektif dan efesien. Administrasi
supervisi pendidikan
memiliki unsur penting sebagai berikut :
a. Aktivitas pembinaan yang direncanakan
b. Perbaikan
situasi pengajaran (belajar-mengajar)
c. Mengefektifkan
para guru, pegawai sekolah, dan sumber material lainnya
d. Pencapaian
tujuan pendidikan lebih efektif dan efesien.
Administrasi pendidikan bertujuan untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Dalam mencapai tujuan pendidikan terkadang supervaisor mengalami kesulitan
dalam menjalankan tugasnya, guru terkadang memiliki kekurangan motivasi saat
menghadapi supervaisor, sehingga terkadang jalannya upervise masih memiliki
kendala dan belum stabil.
1.2
Pembatasan Masalah
Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun
membatasi masalah yang akan yang akan di bahas,penyusun tidak akan membahas
secara panjang lebar,tetapi hanya seebagian kecil saja yang akan di bahas yaitu
yang sesuai dengan tema dalam makalah ini.
1. 3 Rumusan Masalah
1. Apa saja
permasalahan dari pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah?
2. Bagaimana alternatif pemecahan permasalahan pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah?
1. 4 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Administrasi
dan Supervisi Pendidikan
2. Menambah pengetahuan tentang
permasalahan dan pemecahan masalah pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah
3. Membahas secara sederhana permasalahan
dan pemecahan masalah pelaksanaan Supervisi Pendidikan di Sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan
dari pelaksanaan Supervisi Pendidikan di sekolah
Dalam melaksanakan supervisi kepala
sekolah pasti menghadapi kendala-kendala. Hal ini sesuai dengan yang telah
disampaikan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (2007), ”Para
kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan
kendala dalam melaksanakan supervisi pendidikan”. Berdasarkan kajian teori yang
penulis lakukan dapat diketahui bahwa kendala supervisi pendidikan yang sangat
umum terjadi di lapangan adalah kurangnya motivasi dari para guru ketika
mendapat supervisi. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya anggapan yang telah
melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata
untuk mencari-cari kesalahan.
1.
Kompleksitas tugas manajerial seorang
kepala sekolah.
Program
kegiatan supervisi pendidikan tidak dapat dilakukan oleh kepala sekolah seorang
diri. Kompleksitas tugas manajerial kepala sekolah mengakibatkan seorang kepala
sekolah tidak dapat menangani sendiri pelaksanaan supervisi pendidikan,
khususnya supervisi yang lebih menekankan pada aspek pembelajaran.
2.
Kurangnya persiapan dari guru yang
disupervisi.
Kondisi
ini dapat diartikan bahwa motivasi guru untuk disupervisi dinilai masih kurang,
hal tersebut dikarenakan masih melekatnya anggapan dari para guru bahwa
supervisi semata-mata hanyalah kegiatan untuk mencari-cari kesalahan. Meskipun
pelaksanaan supervisi pendidikan dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu
kepada guru yang akan mendapat supervisi, masih saja para guru yang akan
disupervisi belum mempersiapkan diri secara matang.
3. Unsur subjektifitas guru supervisor
dirasa masih tinggi. Unsur
subjektifitas dari supervisor yang ditunjuk oleh kepala sekolah dirasa masih
tinggi. Keadaan ini terjadi dikarenakan kegiatan supervisi pendidikan tidak
dilakukan sendiri secara langsung oleh kepala sekolah, tapi oleh guru-guru yang
dianggap telah senior oleh kepala sekolah. Dimana masing-masing guru tersebut
memiliki kepribadian yang berbeda-beda dan prinsip supervisi maupun teknik
supervisi yang saling berbeda pula.
4. Sering terjadi
pergantian kepala sekolah
Terjadinya
pergantian kepala sekolah mengakibatkan jalannya pelaksanaan supervisi
pendidikan menjadi tesendat-sendat, kurang lancar, dan dinilai kurang rutin/
kontinyu.
5. Sarana dan
prasarana yang terbatas
Setiap proses
belajar mengajar yang berhubungan dengan masalah sarana dan prasarana, seorang
guru pasti merasakan ketidak nyamanan dalam menyampaikan materi pelajaran.
Karena sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor utama lancarnya
pelaksanaan supervisi pendidikan dalam meningkatkan profesionalisme guru.
6. Kurangnya
disiplin guru
Masalah yang
menyangkut faktor disiplin. hal ini sering dilakukan oleh beberapa tenaga
pengajar terutama disiplin waktu hal ini menimbulkan kelas menjadi tidak
kondusif sehingga siswa tidak tau apa yang harus dilakukan selain bermain di
dalam kelas sambil menunggu guru yang memiliki jadwal pada hari itu ia akan
datang atau karena tidak belum ada kejelasan.
7. Masih kurangnya
pengetahuan guru tentang pengelolaan proses belajar mengajar yang efektifseorang
guru dintuntut agar mampu melaksanakan belajar mengajar yang efektif sehingga
suasana kelas menjadi kondusif
Dari beberapa kendala pelaksanaan supervisi di atas, dapat dikategorikan dalam dua aspek,
yaitu struktur dan kultur. Pada aspek
struktur birokrasi pendidikan di Indonesia ditemukan kendala antara
lain sebagai berikut :
1. Secara legal yang
ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan supervisor. Hal ini
mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang masih dekat dengan
era inspeksi.
2. Lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan pada pengawasan administrasti
yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Asumsi
yang digunakan adalah apabila administrasinya baik, maka pengajaran di
sekolah tersebut juga baik. Inilah asumsi yang keliru.
3. Rasio jumlah
pengawas dengan sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal.
Di daerah-daerah luar pula Jawa misalnya,
seorang pengawas harus menempuh puluhan bahkan ratusan kilo meter untuk
mencapai sekolah.
4. Persyaratan kompetensi, pola rekrutmen dan seleksi, serta
evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan
perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi supervisi pada ruh
pedidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas.
Pada aspek kultural dijumpai kendala
antara lain :
1, Para
pengambil kebijakan tentang pendidikan belum berpikir tentang pengembangan
budaya mutu dalam pendidikan. Apabila dicermati, maka mutu pendidikan yang
diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi
belajar mengajar antara siswa dengan guru. Hal ini belum menjadi komitmen para
pengambil kebijakan, juga tentu saja para leksana di lapangan.
2, Nilai
budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam interaksi fungsional
dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Budaya ewuh-pakewuh,
menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh” pada
wilayah guru.
3, Budaya paternalistik, menjadikan guru
tidak terbuka dan membangun hubungan professional yang akrab dengan kepala
sekolah dan pengawas. Guru menganggap mereka
sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala sekolah dan guru
sebagai “bawahan”. Inilah yang menjadikan tidak terciptanya rapport atau
kedekatan hubungan yang menjadi syarat pelaksanaan supervisi.
Dari berbagai kendala diatas, penulis
dapat mengambil kesimpulan bahwa kendala-kendala supervisi oleh kepala sekolah
dalam penerapan kurikulum di sekolah
adalah kendala yang berasal dari dalam diri kepala sekolah itu sendiri/
kendala internal dan kendala yang berasal dari luar diri kepala sekolah/
kendala eksternal. Kendala internal tersebut adalah kompleksitas tugas
manajerial seorang kepala sekolah. Sedangkan kendala-kendala eksternalnya
meliputi: kurangnya persiapan dari guru yang disupervisi, unsur subjektifitas
guru supervisor dirasa masih tinggi, dan sering terjadi pergantian kepala
sekolah.
2.2 Alternatif pemecahan permasalahan pelaksanaan Supervisi
Pendidikan di Sekolah
Oemar Hamalik
mengatakan (1992:67) supervisi nampaknya menjadi penentu yang utama untuk
memutuskan kurikulum, menyeleksi pola-pola organisasi sekolah, fasilitas
belajar, dan menilai proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan solusi yang tepat agar apa yang menjadi tujuan utama dari
pelaksanaan supervisi pendidikan oleh kepala sekolah dalam penerapan kurikulum
di sekolah dapat sepenuhnya tercapai.
Kepala sekolah
selaku supervisor pendidikan yang memiliki otoritas tertinggi di sekolah harus
mengupayakan beberapa cara dalam mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan
supervisi, antara lain:
1. Dilakukan
pendelegasian wewenang oleh kepala sekolah kepada guru-guru senior.
Pelaksanaan
supervisi terutama pada aspek pembelajaran tidak dapat dilakukan seorang diri
oleh kepala sekolah tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, kepala
sekolah yang notabene pimpinan sekolah yang memiliki otoritas tertinggi
memiliki keleluasaan untuk melakukan delegasi wewenang. Kegiatan supervisi pada
aspek pembelajaran dapat dilimpahkan kepada guru yang dianggap senior
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria guru senior yang dipilih
adalah dilihat dari masa kerja, prestasi kerja, kompetensi, dan kualifikasinya,
misal guru yang bergelar S2. Kegiatan supervisi oleh guru supervisor terhadap
rekannya sering disebut dengan pembimbingan teman sejawat dalam kegiatan
belajar mengajar.
2. Pemberian
motivasi kepada para guru akan pentingnya supervisi pendidikan.
Kurangnya
persiapan dari guru dalam pelaksanaan supervisi, lebih diakibatkan karena
kuranganya motivasi dari dalam guru sendiri akan pentingnya supervisi
pendidikan. Motivasi yang minim itu juga disebabkan kerena anggapan yang telah
melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata
untuk mencari-cari kesalahan. Pemberian motivasi dapat dilakukan melalui
beberapa cara diantaranya dengan menyelipkan pengarahan atau motivasi pada saat
rapat guru, lokakarya, atau bahkan secara langsung dengan individunya.
Selain itu,
pembinaan secara psikologis juga dilakukan kepada diri masing-masing guru yang
ditunjuk sebagai supervisor bahwa dirinya memang memiliki capability yang lebih
dibanding dengan guru lain, seperti kelebihan dalam hal prestasi kerja,
kedisiplinan, ulet, penuh inisiatif, dan lain sebagainya, sehingga diharapkan
dengan cara itulah akan muncul kepercayaan diri dari guru supervisor.
Serta ditambah
lagi dengan melaksanakan fungsi supervisi pendidikan, seperti memberi contoh
atau suri tauladan yang baik dari kepala sekolah maupun guru senior yang
ditunjuk sebagai supervisor, serta melakukan pembinaan atau perbaikan secara
menyeluruh terhadap kemampuan profesional guru dengan memperhatikan ketepatan
teknik supervisi dan prinsip-prinsip supervisi yang diterapkan.
Sehingga
diharapkan hal tersebut dapat memunculkan kepercayaan maupun motivasi dari guru
yang akan disupervisi olehnya.
3. Pembinaan oleh
kepala sekolah kepada guru-guru senior yang ditunjuk sebagai supervisor dan
membentuk tim penilai supervisi. Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan
supervisi oleh kepala sekolah dalam KTSP adalah keterbatasan waktu dan tenaga
dari kepala sekolah apabila kepala sekolah melakukan kegiatan supervisi
pendidikan seorang diri. Oleh karena itu, kepala sekolah menunjuk guru-guru
yang dianggap telah senior untuk membantunya melakukan supervisi pendidikan.
Namun dalam prakteknya masih terdapat beberapa guru senior kurang paham akan
prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan.
Sehingga dalam pelaksanaannya unsur subjektifitas cenderung masih tinggi. Oleh
karena itu kepala sekolah perlu memberi motivasi maupun pengarahan kepada para
guru supervisor yang isinya mengenai perlunya menerapkan prinsip-prinsip
supervisi pendidikan dan pembentukan tim penilai supervisi yang terdiri dari 2
(dua) atau 3 (tiga) orang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menetralisir
unsur subjektifitas yang terjadi oleh guru yang berperan supervisor.
4. Dilakukan
koordinasi secara intens kepada seluruh elemen sekolah.
Pergantian
kepala sekolah sebanyak empat kali dalam lima tahun menjadi kendala yang cukup
fatal bagi pengelolaan dan kemajuan sekolah. Hal tersebut berdampak pula pada
rutinitas kegiatan supervisi pendidikan. Upaya dari kepala sekolah untuk mensikapi
keadaan tersebut adalah dengan melakukan koordinasi secara intensif kepada
seluruh elemen sekolah, termasuk koordinasi yang baik antara guru supervisor
dengan guru yang akan mendapat supervisi.
5. Mengupayakan sarana dan prasarana yang
memadai Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang penting disemua tempat
kegiatan belajar mengajar, karena itu, dalam rangka mensukseskan program
pengajaran yang efektif tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang memadai.
seorang guru akan lebih semangat dengan situasi dan kondisi fasilitas sarana
dan prasarana yang sudah lengkap. Sarana dan prasarana adalah suatu
perlengkapan/ peralatan yang harus dimiliki oleh setiap sekolah pada umumnya.
sedangkan prasarana mengikuti sarana. Dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru, sarana seperti perpustakaan yang merupakan tempat menggali pengetahuan
yang seluas-luasnya dan seorang guru akan merasa lebih mudah dalam mencari buku
pegangan mengajar. Kaitannya dengan upaya peningkatan profeasionalisme guru,
sarana merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, karena sarana itu
pendukung lancarnya PBM.
6. Menerapkan
disiplin terhadap tata tertib guru Disiplin merupakan ketaatan dan ketepatan
pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau
paksaan pihak lain atau suatu keadaan dimana sesuatu itu berada dalam tertib,
teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara
langsung maupun tidak langsungAdapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
penerapan kedisiplinan yaitu faktor kepribadian, dan lingkungan.Kepala sekolah
harus mengingatkan kepada semua tenaga pengajarnya untuk melakukan
kedisiplinan, misalnya agar menjalankan aturan-aturan sebagai berikut:
1) Guru harus
mengisi daftar hadir yang sudah disediakan
2) Guru harus
berpakain rapi sebagaimana layaknya seorang guru
3) Guru harus
bersipat jujur, adil, terbuka dan demokratis
4) Guru harus membuat perangkat
pembelajarn yang telah ditentukan oleh kepala sekolah
5) Guru harus
menjaga kode etik guru indonesia
6) Guru harus
menjaga nama baik sekolah
7)
Guru harus taat
pada aturan sekolah yang berlaku
8) Apabila kehadiran guru kurang dari 60%
maka akan dikenakan sanksi.
7. Mengadakan evaluasi ketenagaan.
Evaluasai merupakan suatu bentuk perbaikan dari apa yang
sudah dilakukan, di dalam pengevaluasian itu, terjadi suatu proses yang akan
menghantarkan kepada perubahan yang lebih baik. disamping itu kepala Sekolah
mengadakan evaluasi ketenagaan demi kelancaran PBM.
Evaluasi merupakan salah satu faktor yang mampu
memberikan motivasi dan dorongan kepada guru agar lebih baik dan selalu
meningkatkan perkembangan kemampuannya. disisi lain evaluasi ialah mserangkaian
kegiatan yang dimana membuat para guru terkadang gelisah, guru yang seperti ini
biasanya guru yang tertutup atau kurang humor/ pendiam. Adapun yang harus
dilakukan kepala Sekolah adalah mendekatinya. kaitannya dengan upaya yang harus
dilakukan kepala madarsah ialah evaluasi ketenagaan dalam menghadapi kendala
dalam pelaksanaan supervisi pendidikan.
Musyawarah guru mata pelajaran merupakan program yang
sangat penting untuk mecapai target yang ditetapkan, karena dengan adanya MGMP
maka diharapkan semua guru mata pelajaran akanmemperoleh peningkatan pengetahuan
dan keahlian dalam sistem belajar mengajar di kelas sehigga kualitas guru
semangkin baik.
Dalam melaksanakan kegiatan MGMP tersebut ada beberapa
rincian kegiatan yang bisa dilakukan diantaranya adalah membuat model
pembelajaran, pendalaman materi sulit, menyusun silabus dan RPP, menyediakan
buku yang bisa digunakan sebagai buku pegangan. Selain melaksankan MGMP kepala
sekolah juga berupaya untuk melakukan pelatihan-pelatihan mengenai materi ajar
baik berupa modul, pembuatan diktat, kegiatan bimbingan sekolah program
kurikuler dan tenik pembuatan soal untuk semua guru dengan mendatangkan tutor
dari pihak luar.
Kegiatan MGMP dan pelaksanaan pelatihan pengajar
dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kualitas guru mata pelajaran. Karena
apabila guru tidak memiliki kemampuan sesuai bidang keahlianya, ia akan merasa
tidak yakin dengan kemampuan yang ia miliki. Artinya kepakaran yang ia miliki
tidak maksimal. Sehingga dalam menyampaikan pembelajaran juga tidak dapat
maksimal. Berbeda dengan guru yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan
pelajaran yang diajarkan kepada siswa, maka ia akan merasa puas karena mampu
mengajar kan secara maksimal.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis
bisa menarik kesimpulan. Beberapa permasalahan dalam pelaksanan supervise di
sekolah diantaranya:
1. Kompleksitas tugas manajerial seorang
kepala sekolah ;
2. Kurangnya persiapan dari guru yang
disupervisi ;
3. Unsur subjektifitas dirasa masih tinggi
;
4. Sering dilakukan pergantian kepala
sekolah;
5. Sarana dan prasarana yang terbatas;
6. Kurangnya
disiplin guru;
7. Masih kurangnya pengetahuan guru
tentang pengelolaan proses belajar mengajar yang
efektif.
Sedangkan alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut antara lain:
1. Dilakukan pendelegasian wewenang oleh
kepala sekolah kepada guru-guru senior;
2.
Pemberian
motivasi kepada para guru akan pentingnya supervisi pendidikan;
3. Dilakukan pembinaan oleh kepala sekolah
kepada guru-guru senior yang ditunjuk
sebagai supervisor dan membentuk tim penilai supervise;
4.
Dilakukan
koordinasi secara intens kepada seluruh elemen sekolah;
5.
Mengupayakan
sarana dan prasarana yang memadai;
6.
Menerapkan
disiplin terhadap tata tertib guru;
7.
Mengadakan
evaluasi ketenagaan.
3.2
Kritik dan Saran
Penulis
menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah
ini.Penulis mengharapkan kritik dan sarana sebagai
masukan,untuk perbaikan dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007. Naskah Materi Diklat Pembinaan
Kompetensi untuk Calon Kepala Sekolah/ Kepala Sekolah. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Enco Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks
Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset.
Made Pidarta.
1999. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Manullang. 2005. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta : UGM University
Press.
Oemar Hamalik. 1992. Administrasi dan Supervisi
Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Mandar Maju.
Rembangy, Musthofa. 2010. Pendidikan
Transformatif. Yogyakarta: Teras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar